Dimulai dari planet Bumi: sebuah wahana yang ditumpangi oleh
bermiliar manusia. Kecerdasan spiritual manusialah yang akan memberi
makna perjalanan di alam semesta ini; perjalanan antargenerasi selama
bermiliar tahun tanpa tujuan akhir yang diketahui pasti, yang gratis dan
tak berujung, hingga waktu kehancurannya tiba.
Namun Bumi masih terlalu kecil dibandingkan Matahari, sebuah
bola gas pijar raksasa, lebih dari 1.250.000 kali ukuran Bumi dan bermassa
100.000 kali lebih besar. Bumi yang tak berdaya, tertambat oleh gravitasi,
terseret Matahari mengelilingi pusat Galaksi lebih dari 200 juta tahun
untuk sekali edar penuh. (Lalu apa rencana secercah kehidupan kita dalam
pengembaraan panjang ini? Sangat sayang bila kita tidak sempat melihat
kosmos hari ini. Sangat sayang kita tidak berencana sujud dan berserah
kepada Tuhan Yang Mahakuasa.)
Pengiring Matahari lainnya adalah planet Merkurius, Venus,
Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, Pluto, asteroid, komet dan
sebagainya. Ragam wahana dalam tata surya itu berupa sosok bola gas,
bola beku, karang tandus yang sangat panas; semuanya tak terpilih seperti
planet Bumi. (Lalu, mengapa wahana yang tersebar di alam semesta yang
sangat luas itu tak semuanya mudah atau layak dihuni oleh kehidupan?)
Putaran demi putaran waktu berlalu, kehancuran wahana bermiliar
manusia akan menghampiri perlahan tapi pasti. Namun, berbagai pertanyaan
manusia tentang misteri alam semesta masih belum atau tak berjawab. Berbagai
upaya rasionalitas manusia telah dikerahkan dan pengetahuan bertambah,
namun misteri alam semesta itu terus menjadi warisan bagi generasi berikutnya.
Penjelajahan akal manusia mendapatkan fakta-fakta penyusun
alam semesta, mulai dari dunia atom, planet, tata surya, hingga galaksi
dan ruang alam semesta yang berbatas galaksi-galaksi muda. Dengan itu,
pengetahuan manusia merentang dalam dimensi panjang 10-13 hingga 1026
meter, yang merupakan batas fakta-fakta yang dapat diperoleh dalam dunia
sains. Pada abad ke-21 manusia masih berambisi untuk menyelami dunia 10-35
meter (skala panjang Planck) atau 10-20 kali lebih kecil dari penemuan
skala atom pada dekade pertama abad ke-20. Begitu pula dimensi lainnya
seperti waktu, energi, massa, rentangnya meluas dari yang lebih kecil
dan lebih besar.
Tentang rentang waktu alam semesta, manusia mendefinisikan
berbagai zaman (dan zaman transisi di antaranya): Zaman Primordial, ketika
usia alam semesta antara 10-50 hingga 105 tahun,
Zaman Bintang, (106 - 1014 tahun), Zaman Materi
Terdegenerasi, (1015 - 1039 tahun), Zaman Black
Hole, (1040 - 10100 tahun), Zaman Gelap ketika alam
semesta menghampiri kehancurannya dan Zaman Kehancuran Alam Semesta,
ketika materi meluruh. Tanpa fakta-fakta dan ilmu yang diketahui manusia
(atas izin Allah), akhirnya manusia hanya bisa berspekulasi dan tak bisa
mendefenisikan berbagai keadaan, misalnya sebelum kelahiran alam semesta
dan setelah kehancuran.
Penjelajahan akal manusia bisa menggapai penaksiran hal-hal
berikut: jumlah partikel (di Matahari 1060 atau di Bumi 1050), energi
ikat (antara Bumi dan Matahari sebesar 1033 Joule), energi radiasi matahari
sebesar 1026 watt, energi Matahari yang diterima Bumi sebesar 1022 Joule,
energi yang diperlukan manusia per tahun sebesar 1020 Joule, energi penggabungan
inti atom, fissi 1 mol Uranium sebesar 1013 Joule, energi yang dihasilkan
1 kg bensin sebesar 108 Joule. Sebuah anugerah yang besar bagi manusia,
walaupun melalui proses yang panjang.
Deskripsi dan Model Alam Semesta
Kesan umum luas dan megahnya alam semesta diperoleh penghuni
Bumi dengan memandang langit malam yang cerah tanpa cahaya Bulan. Langit
tampak penuh taburan bintang yang seolah tak terhitung jumlahnya. Struktur
dan luas alam semesta sangat sukar dibayangkan manusia, dan progres persepsi
dan rasionalitas manusia tentang itu memerlukan waktu berabad-abad.
Deskripsi pemandangan alam semesta pun beragam. Dulu alam
semesta dimodelkan sebagai ruang berukuran jauh lebih kecil dari realitas
seharusnya. Ukuran diameter Bumi (12.500 km) baru diketahui pada abad
ke- 3 (oleh Eratosthenes), jarak ke Bulan (384.400 km) abad ke-16 ( Tycho
Brahe, 1588), jarak ke Matahari (sekitar 150 juta km) abad ke-17 (Cassini,
1672), jarak bintang 61 Cygni abad ke-19 , jarak ke pusat Galaksi abad
ke-20 (Shapley, 1918), jarak ke galaksi-luar (1929), Quasar dan Big Bang
(1965). Perjalanan panjang ini terus berlanjut antargenerasi.
Benda langit yang terdekat dengan bumi adalah bulan. Gaya
gravitasi bulan menggerakkan pasang surut air laut di bumi, tak henti-hentinya
selama bermiliar tahun. Karena periode orbit dan rotasi Bulan sama, manusia
di Bumi tak pernah bisa melihat salah satu sisi permukaan Bulan tanpa
bantuan teknologi untuk mengorbit Bulan. Rahasia sisi Bulan lainnya, baru
didapat dengan penerbangan Luna 3 pada tahun 1959.
Pada siang hari, pemandangan langit sebatas langit biru dan
matahari atau bulan kesiangan; sedang di saat fajar dan senja, langit
merah di kaki langit timur dan barat. Interaksi cahaya matahari dengan
angkasa Bumi melukiskan suasana langit yang berwarna warni.
Matahari sendiri adalah satu di antara beragam bintang di
Galaksi. Ada bintang yang lebih panas dari Matahari (suhu permukaan Matahari
5.800o K), seperti bintang panas (bisa mencapai 50.000oK) yang memancarkan
lebih banyak cahaya ultraviolet-cahaya yang berbahaya bagi kehidupan.
Ada bintang yang lebih dingin, lebih banyak memancarkan cahaya merah
dan inframerah dibandingkan cahaya tampak yang banyak dipergunakan manusia.
Manusia bisa mencapai batas-batas pengetahuan alam semesta
yang luas, mengenal ciptaan Allah yang tidak pernah dikenali di muka bumi
seperti Black Hole, bintang Netron, Pulsar, bintang mati, ledakan
bintang Nova atau Supernova, ledakan inti galaksi dan sebagainya. Akan
tetapi, berbagai fenomena yang sangat dahsyat itu tak mungkin didekatkan
dengan mahluk hidup yang rentan terhadap kerusakan. Walau demikian, ada
jalan bagi yang ingin bersungguh-sungguh menekuninya.
Dengan Sains Menangkap Realitas Alam Semesta
Pemahaman manusia tentang alam semesta mempergunakan seluruh
pengetahuan di bumi, berbagai prinsip-prinsip, kepercayaan umum dalam
sains (seperti ketidakpastian Heisenberg tentang pengukuran simultan
dimensi ruang dan waktu), serta berbagai aturan untuk keperluan praktis.
Melalui sebuah kerangka besar gagasan yang menghubungkan berbagai fenomena
(teori relativitas umum, teori kinetik materi, teori relativitas khusus)
coba dikemukakan satu penjelasan. Berbagai hipotesa, gagasan awal atau
tentatif dikemukakan untuk menjelaskan fenomena. Tentu gagasan tersebut
masih perlu diuji kebenarannya untuk dapat dikatakan sebuah hukum.
Dunia fisika membahas konsep energi, hukum konservasi, konsep
gerak gelombang, dan konsep medan. Pembahasan Mekanika pun sangat luas,
dari Mekanika klasik ke Mekanika Kuantum Relativistik. Mekanika Kuantum
Relativistik mengakomodasi pemecahan persoalan mekanika semua benda, Mekanika
kuantum melayani persoalan mekanika untuk semua massa yang kecepatannya
kurang dari kecepatan cahaya. Mekanika Relativistik memecahkan persoalan
mekanika massa yang lebih besar dari 10-27 kg dan bagi semua kecepatan.
Mekanika Newton (disebut juga mekanika klasik) menjelaskan fenomena benda
yang relatif besar, dengan kecepatan relatif rendah, tapi juga bisa dipergunakan
sebagai pendekatan fenomena benda mikroskopik.
Mekanika statistik (kuantum klasik) adalah suatu teknik statistik
untuk interaksi benda dalam jumlah besar untuk menjelaskan fenomena yang
besar, teori kinetik dan termodinamik. Dalam penjelajahan akal manusia
di dunia elektromagnet dikenal persamaan Maxwell untuk mendeskripsikan
kelakuan medan elektromagnet, juga teori tentang hubungan cahaya dan elektromagnet.
Dalam pembahasan interaksi partikel, ada prinsip larangan Pauli, interaksi
gravitasi, dan interaksi elektromagnet. Medan menyebabkan gaya; medan-gravitasi
menyebabkan gaya gravitasi, medan-listrik menyebabkan gaya listrik dan
sebagainya. Demikianlah, metode sains mencoba dengan lebih cermat menerangkan
realitas alam semesta yang berisi banyak sekali benda langit (dan lebih
banyak lagi yang belum ditemukan).
Pengetahuan tentang luas alam semesta dibatasi oleh keberadaan
objek berdaya besar, seperti Quasar atau inti galaksi, sebagai penuntun
tepi alam semesta yang bisa diamati; selain itu juga dibatasi oleh kecepatan
cahaya dan usia alam semesta (15 miliar tahun). Itulah sebabnya ruang
alam semesta yang pernah diamati manusia berdimensi 15-20 miliar tahun
cahaya. Namun, banyak benda langit yang tak memancarkan cahaya dan tak
bisa dideteksi keberadaannya, protoplanet misalnya. Menurut taksiran,
sekitar 90% objek di alam semesta belum atau tak akan terdeteksi secara
langsung. Keberadaannya objek gelap ini diyakini karena secara dinamika
mengganggu orbit objek-objek yang teramati, lewat gravitasi.
Berbicara tentang daya objek, dalam kehidupan sehari-hari
ada lampu penerangan berdaya 10 watt, 75 watt dan sebagainya; sedangkan
Matahari berdaya 1026 watt dan berjarak satu sa* dari Bumi, menghangatinya.
Jika kita lihat, lampu-lampu kota dengan daya lebih besarlah yang tampak
terang. Menurut hukum cahaya, terang lampu akan melemah sebanding dengan
jarak kuadrat, jadi sebuah lampu pada jarak 1 meter tampak 4 kali lebih
terang dibandingkan pada jarak 2 meter, dan apabila dilihat pada jarak
5 meter tampak 25 kali lebih redup.
Maka, kemampuan mata manusia mengamati bintang lemah terbatas.
Ukuran kolektor cahaya juga akan membatasi skala terang objek yang bisa
diamati. Untuk pengamatan objek langit yang lebih lemah dipergunakan
kolektor atau teleskop yang lebih besar. Teleskop yang besar pun mempunyai
keterbatasan dalam mengamati obyek langit yang lemah, walaupun berhasil
mendeteksi obyek langit yang berjuta atau bermiliar kali lebih lemah dari
bintang terlemah yang bisa dideteksi manusia. Pertanyaan lain muncul:
Apakah semua objek langit bisa diamati melalui teleskop? Berapa banyak
yang mungkin diamati dan dihadirkan sebagai pengetahuan?
Makin jauh jarak galaksi, berarti pengamatan kita juga merupakan
pengamatan masa silam galaksi tersebut. Cahaya merupakan fosil informasi
pembentukan alam semesta yang berguna, dan manusia berupaya menangkapnya
untuk mengetahui prosesnya hingga takdir di masa depan yang sangat jauh,
yang akan dilalui melalui hukum-hukum alam ciptaan-Nya. Pengetahuan kita
tentang hal tersebut sangat bergantung pada pengetahuan kita tentang hukum
alam ciptaan-Nya; sudah lengkap dan sudah sempurnakah, ataukah baru sebagian
kecil, sehingga mungkin bisa membentuk ekstrapolasi persepsi yang salah?
Sampai di batas mana manusia bisa membayangkan dan menjangkaunya?
Bagaimana kondisi awal, bagaimana kondisi sebelumnya, bagaimana kondisi
5 miliar tahun ke depan, bagaimana kondisi 50 miliar tahun ke depan dan
seterusnya? Apakah pengetahuan agama akan memberi jawaban atas berbagai
pertanyaan tersebut? Alam semesta yang megah akan runtuh, akan hancur,
tapi entah bagaimana prosesnya, dan ada apa setelah kehancuran itu? Kita
kembali kepada Allah untuk mencari jawaban-Nya, karena Dia adalah zat
Maha Mengetahui atas segala ciptaan-Nya, dan manusia hanya diberi pengetahuan-Nya
sedikit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar